Pulau Sangiang adalah pulau vulkanik yang terletak di Laut Flores. Sangiang terdiri dari dua kerucut vulkanik yang masih aktif, Doro Api (1.949 meter dpl) dan Doro Mantoi (1.795 meter dpl).
Gunung bertipe strato ini telah meletus pada tahun 1992, 1994, 1997, 2010, dan letusan terakhir terjadi pada tahun 2013.
Sangiang ditetapkan sebagai Cagar Alam dengan luas 7.492,2 Ha berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 418/Kpts-II/1999, tanggal 15 Juni 1999. Pulau ini tidak berpenduduk, hanya penduduk musiman dari Wera yang tinggal untuk bertani dan berternak.
Topografi CA Pulau Sangiang bergelombang, berbukit hingga bergunung-gunung dengan lereng lebih 45˚ di tengah, timur, dan utara. Sedangkan di bagian selatan dari lereng yang relatif datar di bawah 30˚. Ketinggian kawasan berkisar antara 50 1949 meter dpl. Ada banyak sumber air di sekitar Pulau Sangiang walaupun rasanya cukup payau.
Sangiang merupakan perwakilan tipe ekosistem pegunungan dengan berbagai potensi flora dan fauna. Beberapa jenis flora yang ditemukan adalah kesambi, ketimis, banten, waru laut, pohon beringin, bidara, johar, sengon, ketapang, pulai, dan beberapa jenis semak.
Tutupan lahan di pulau ini 50% adalah hutan dan sisanya adalah savana yang ditumbuhi oleh alang-alang dan rumput. Sedangkan jenis fauna yang bisa ditemukan di Pulau Sangiang adalah berbagai jenis burung seperti Koakkiau, Raja Udang, Elang Bondol, Srigunting, Ayam Hutan, dan 12 jenis burung predator lainnya. Adapun jenis mamalia antara lain Rusa, Babi Hutan, Kambing Liar, Rase, dan Sapi Liar.
Di Sangiang juga terdapat gua/terowongan di dasar laut yang menghubungkan Pulau Sangiang dengan Desa Wera serta beberapa peninggalan sejarah berupa benda-benda kuno, seperti gong, kendi, wajan, dan lain-lain.
Selain itu terdapat tiga buah makam yang dikeramatkan oleh penduduk Wera, yaitu Makam Syeh Jamsuri di sebelah barat Oi Kalo, Makam Syeh Syamsudin di Puncak Gunung Doro Ondo, dan makam nenek moyang di lokasi bekas perkampungan yang ditinggalkan.
Gunung bertipe strato ini telah meletus pada tahun 1992, 1994, 1997, 2010, dan letusan terakhir terjadi pada tahun 2013.
Sangiang ditetapkan sebagai Cagar Alam dengan luas 7.492,2 Ha berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 418/Kpts-II/1999, tanggal 15 Juni 1999. Pulau ini tidak berpenduduk, hanya penduduk musiman dari Wera yang tinggal untuk bertani dan berternak.
Topografi CA Pulau Sangiang bergelombang, berbukit hingga bergunung-gunung dengan lereng lebih 45˚ di tengah, timur, dan utara. Sedangkan di bagian selatan dari lereng yang relatif datar di bawah 30˚. Ketinggian kawasan berkisar antara 50 1949 meter dpl. Ada banyak sumber air di sekitar Pulau Sangiang walaupun rasanya cukup payau.
Sangiang merupakan perwakilan tipe ekosistem pegunungan dengan berbagai potensi flora dan fauna. Beberapa jenis flora yang ditemukan adalah kesambi, ketimis, banten, waru laut, pohon beringin, bidara, johar, sengon, ketapang, pulai, dan beberapa jenis semak.
Tutupan lahan di pulau ini 50% adalah hutan dan sisanya adalah savana yang ditumbuhi oleh alang-alang dan rumput. Sedangkan jenis fauna yang bisa ditemukan di Pulau Sangiang adalah berbagai jenis burung seperti Koakkiau, Raja Udang, Elang Bondol, Srigunting, Ayam Hutan, dan 12 jenis burung predator lainnya. Adapun jenis mamalia antara lain Rusa, Babi Hutan, Kambing Liar, Rase, dan Sapi Liar.
Di Sangiang juga terdapat gua/terowongan di dasar laut yang menghubungkan Pulau Sangiang dengan Desa Wera serta beberapa peninggalan sejarah berupa benda-benda kuno, seperti gong, kendi, wajan, dan lain-lain.
Selain itu terdapat tiga buah makam yang dikeramatkan oleh penduduk Wera, yaitu Makam Syeh Jamsuri di sebelah barat Oi Kalo, Makam Syeh Syamsudin di Puncak Gunung Doro Ondo, dan makam nenek moyang di lokasi bekas perkampungan yang ditinggalkan.