Obyek Wisata Budaya Desa Tradisional Sade Lombok Tengah

Desa Sade dihuni oleh masyarakat Suku Sasak yang masih mempertahankan keaslian tradisi, sistem sosial, adat istiadat, maupun arsitektur bangunan rumah sejak zaman Kerajaan Selaparang atau 600 tahun yang lalu. Luas Desa Sade ± 6 ha dan ditinggali oleh 260 kepala keluarga atau sekitar 715 jiwa dengan satu rumpun keluarga. Mata pencaharian penduduk di Desa Sade adalah bertani serta pengrajin tenun ikat dan cenderamata khas Lombok, yang dikerjakan secara tradisional dan kemudian dijual di rumah masing-masing. Di desa ini dapat dilihat proses pembuatan kain tenun ikat mulai dari proses pemintalan benang. Kain tenun khas Suku Sasak menjadi andalan produk dari desa ini. Menurut aturan adat, seorang perempuan Suku Sasak tidak boleh menikah jika belum bisa menenun.

Rumah adat di Desa Sade disebut Bale Tani yang digunkan untuk tempat tinggal. Ukurannya sekitar 7 x 5 meter dan dibagi ke dalam 2 ruangan, yaitu bale luar dan bale dalam. Bale luar adalah area untuk menerima tamu sekaligus ruang tidur bagi laki-laki. Bale dalam yang sifatnya lebih privasi, terletak di belakang bale luar serta dipisahkan dengan pintu geser dan tiga anak tangga. Jumlah anak tangga itu sesuai dengan filosofi suku Sasak, yaitu Wetu Telu dimana menurut kepercayaan mereka hidup manusia itu ada dalam 3 tahap (lahir, berkembang, dan mati). Tiga anak tangga ini juga dimaknai sebagai unsur yang harus dihormati (Tuhan, Ibu, dan Ayah). Di dalam Bale Dalam terdapat dua buah tungku tanah liat yang menyatu dengan lantai yang digunakan untuk memasak, ruangan tidur untuk perempuan, dan ruangan untuk melahirkan. Bale dalam tidak memiliki jendela. Pintu untuk keluar masuk rumah hanya ada satu, yaitu di bagian depan rumah dan dibuat agak pendek sebagai tanda menghormati pemilik rumah.

Seluruh kerangka dan dinding bangunan rumah terbuat dari kayu dan bilik bambu serta beratapkan alang-alang/rumbia. Sementara lantainya beralaskan tanah, getah pohon, dan abu jerami yang kemudian dilumuri oleh kotoran kerbau setiap 2 kali seminggu untuk membuat rumah terasa lebih hangat dan terhindar dari gangguan nyamuk. Meskipun lantai dipel dengan kotoran kerbau, tidak ada bau bekas kotoran yang tercium.

Yang paling menonjol dan khas Lombok di Desa Sade adalah lumbung padi yang terletak di tengah desa. Lumbung ini didirikan di atas empat tumpukan kayu dengan atap alang-alang/rumput gajah berbentuk topi. Satu lumbung ini dipakai lima sampai enam keluarga. Bangunan lumbung ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan hasil bumi dan bagian bawah lumbung yang tidak berdinding sering digunakan oleh masyarakat setempat sebagai tempat untuk berkumpul.

Desa Sade juga memiliki balai pertemuan untuk warga desanya. Letaknya tidak jauh dari pintu gerbang desa. Bangunan ini sering disebut dengan Berugak, yaitu sebuah bangunan panggung berbentuk segi empat yang tidak memiliki dinding, tiangnya terbuat dari bambu/kayu beratapkan alang-alang, dan disangga oleh empat tiang (sekepat) atau enam tiang (sekenem). Berugak berfungsi sebagai tempat untuk menerima tamu, dan juga digunakan sebagai tempat untuk berkumpul, memcahkan masalah, berbincang-bincang serta bersantai selepas bekerja atau sebagai tempat pertemuan internal keluarga. Biasanya Berugak terdapat di depan samping kiri atau samping kanan Bale Tani.

Menurut peraturan Desa Sade, warga tidak boleh membangun pemukiman baru lagi di Desa Sade. Jika ada pasangan baru menikah, maka mereka akan menempati rumah sementara atau Bale Kodong (rumah kecil) sebelum bisa membuat rumah lebih besar.

Suasana di kampung Dusun Sade Lombok ini bersih, rumah-rumah tertata rapi dan dipisahkan oleh gang-gang sempit yang bertingkat sehingga salah satu cara untuk bisa melihat-lihat keadaan sekitar kampung ini adalah dengan berjalan kaki. Masyarakat di Dusun Sade Lombok juga memiliki adat atau tradisi menanam batu nisan untuk orang yang sudah meninggal. Biasanya warga yang memiliki acara mengundang tetangga untuk melakukan acara selamatan dengan membacakan ayatayat suci Al-Qur'an sampai subuh. Biasanya tradisi penanaman batu nisan ini dilakukan seminggu setelah meninggal atau pada hari ke-100. Budaya gotong royong juga masih tetap mereka lestarikan hingga saat ini. Budaya dan kearifan lokal lainnya dari Suku Sasak di Sade adalah hampir sebagian besar penduduk desa, baik laki-laki dan perempuan menggunakan sarung.

Click to comment