Pulau Ular dihuni oleh sekelompok ular-ular jinak yang tidak mengganggu penduduk. Oleh masyarakat sekitar pulau ini diberi nama Nusa Nipa. Sedangkan warga Ende, Flores menjulukinya dengan nama Nuca Nepa Lale (pulau ular yang indah).
Sementara, warga Manggarai memberi nama Nuha Ula Bungan (pulau ular yang suci). Populasinya sekitar 700 ekor. Yang menarik sebenarnya bukan karena banyaknya ular atau tidak adanya manusia yang tinggal di pulau seluas 500 m² ini, tapi lebih karena ular-ular ini unik.
Ular-ular ini mencari makan di dalam laut dan beristirahat di celah-celah bebatuan dan bergelantungan di tebing-tebing terjal pulau.
Spesies ular laut yang terdapat di pulau ini adalah ular laut gelang (Laticauda Colubrina) yang bisanya lebih kuat dari ular King Cobra. Ular-ular ini berwarna putih silver dengan kombinasi hitam mengkilap dengan ekor pipih menyerupai ekor ikar. Ular-ular ini sangat mempesona bila tertimpa cahaya matahari.
Menurut cerita rakyat setempat, pulau ular ini sebenarnya adalah kapal dagang Portugis yang terkena kutukan. Para awak kapal berubah menjadi ular laut sementara kapalnya berubah menjadi pulau dan dua pohon Kamboja di pulau itu merupakan tiang kapalnya.
Oleh karena itu, pengunjung dilarang membawa pergi ular dari pulau, karena dipercaya dapat mendatangkan bencana. Ular-ular ini sangat jinak terhadap penduduk lokal. Berbeda dengan pengunjung dari daerah lain yang tidak bisa sembarang menyentuh ular begitu sampai di pulau itu. Ular di pulau harus terlebih dahulu dipegang oleh orang lokal, agar tidak digigit oleh ular itu.
Sebelum menyeberang ke pulau ini, pengunjung dapat menemukan banyak mata air di pinggir pantai. Apabila air pantai naik, maka mata air ini akan tertutup, tetapi anehnya air dari mata air tersebut rasanya tetap tawar. Penduduk lokal menyebutnya Oi Ca’ba (air yang tawar).
Jika berkunjung ke pulau ular, selain bisa "bermain" dengan ular yang ada di pulau itu, pengunjung juga dapat melihat pemandangan Gunung Sangiang yang berdiri kokohdi kejauhan dengan puncaknya yang bermahkota kabut serta beberapa pulau karang yang indah di sekitar pulau ular.
Sementara, warga Manggarai memberi nama Nuha Ula Bungan (pulau ular yang suci). Populasinya sekitar 700 ekor. Yang menarik sebenarnya bukan karena banyaknya ular atau tidak adanya manusia yang tinggal di pulau seluas 500 m² ini, tapi lebih karena ular-ular ini unik.
Ular-ular ini mencari makan di dalam laut dan beristirahat di celah-celah bebatuan dan bergelantungan di tebing-tebing terjal pulau.
Spesies ular laut yang terdapat di pulau ini adalah ular laut gelang (Laticauda Colubrina) yang bisanya lebih kuat dari ular King Cobra. Ular-ular ini berwarna putih silver dengan kombinasi hitam mengkilap dengan ekor pipih menyerupai ekor ikar. Ular-ular ini sangat mempesona bila tertimpa cahaya matahari.
Menurut cerita rakyat setempat, pulau ular ini sebenarnya adalah kapal dagang Portugis yang terkena kutukan. Para awak kapal berubah menjadi ular laut sementara kapalnya berubah menjadi pulau dan dua pohon Kamboja di pulau itu merupakan tiang kapalnya.
Oleh karena itu, pengunjung dilarang membawa pergi ular dari pulau, karena dipercaya dapat mendatangkan bencana. Ular-ular ini sangat jinak terhadap penduduk lokal. Berbeda dengan pengunjung dari daerah lain yang tidak bisa sembarang menyentuh ular begitu sampai di pulau itu. Ular di pulau harus terlebih dahulu dipegang oleh orang lokal, agar tidak digigit oleh ular itu.
Sebelum menyeberang ke pulau ini, pengunjung dapat menemukan banyak mata air di pinggir pantai. Apabila air pantai naik, maka mata air ini akan tertutup, tetapi anehnya air dari mata air tersebut rasanya tetap tawar. Penduduk lokal menyebutnya Oi Ca’ba (air yang tawar).
Jika berkunjung ke pulau ular, selain bisa "bermain" dengan ular yang ada di pulau itu, pengunjung juga dapat melihat pemandangan Gunung Sangiang yang berdiri kokohdi kejauhan dengan puncaknya yang bermahkota kabut serta beberapa pulau karang yang indah di sekitar pulau ular.