Masjid Kuno Raudhatul Muttaqin atau Masjid Kotaraja merupakan cagar budaya untuk tiga provinsi di Indonesia, yaitu Bali, NTB dan NTT. Saat ini, masjid ini berada di bawah pengawasan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata RI.
Masjid Kotaraja didirikan pada awal masuknya agama Islam di Lombok sekitar tahun 1500-an. Tahun 1600-an, masjid ini dibangun kembali dengan atap alang-alang dan temboknya dari batu bata cetakan tanah mentah.
Pembangunan dilakukan secara gotong royong oleh seluruh masyarakat dengan pengawasan Raden Suta Negara, Raden Lung Negara, dan Raden Mas Oda yang merupakan sesepuh desa.
Pada tahun 1700-an, atap alang-alang diganti menjadi atap bambu. Tahun 1890 atapnya diganti lagi dengan genteng dari Pelembang. Atap masjid tumpang tiga berbentuk limasan, mempunyai mahkota bulatan bertingkat tiga dengan dinding kaca agar cahaya masuk ke ruangan dan pada atap teratas terdapat corong pengeras suara.
Masjid Kotaraja memiliki luas 15 x 15 meter yang disangga oleh 4 tiang penyangga utama dan 20 tiang lainnya setinggi 2 meter. Ruang utama dikelilingi dinding yang terbuat dari anyaman bambu (pugar puncak). Setiap jendela, pintu, mimbar, dan tiang terbuat dari kayu nangka dengan ukiran kaligrafi arab dan Asmaul Husna (nama-nama Allah) berwarna keemasan.
Kaligrafi tersebut dibuat Syaikh Abdurrahman, imam masjid 105 tahun yang lalu. Di dalam masjid terdapat bedug kulit berukuran dua meter dengan diameter satu meter yang konon selalu digunakan sebagai tambur perang di era kerajaan Bali.
Bagian atas masjid terdapat Petaka dari tanah liat yang dibuat oleh para dende (wanita bangsawan) zaman itu. Mihrab pada dinding barat berupa penampil yang menjorok keluar. Mihrab ini tersambung dengan mimbar di bagian samping.
Bagian mimbar masjid terdiri dari dua bagian, mimbar sebagai tempat ceramah dan mimbar sebagai tempat imam. Bentuk dinding dan pintun mimbar sama seperti mihrab.
Di belakang mihrab ada makam pendiri masjid. Masjid diperluas pada bagian depan, samping kiri dan kanan. Pada bagian depannya terdapat teras dengan tiga anak tangga.
Masjid Kotaraja didirikan pada awal masuknya agama Islam di Lombok sekitar tahun 1500-an. Tahun 1600-an, masjid ini dibangun kembali dengan atap alang-alang dan temboknya dari batu bata cetakan tanah mentah.
Pembangunan dilakukan secara gotong royong oleh seluruh masyarakat dengan pengawasan Raden Suta Negara, Raden Lung Negara, dan Raden Mas Oda yang merupakan sesepuh desa.
Pada tahun 1700-an, atap alang-alang diganti menjadi atap bambu. Tahun 1890 atapnya diganti lagi dengan genteng dari Pelembang. Atap masjid tumpang tiga berbentuk limasan, mempunyai mahkota bulatan bertingkat tiga dengan dinding kaca agar cahaya masuk ke ruangan dan pada atap teratas terdapat corong pengeras suara.
Masjid Kotaraja memiliki luas 15 x 15 meter yang disangga oleh 4 tiang penyangga utama dan 20 tiang lainnya setinggi 2 meter. Ruang utama dikelilingi dinding yang terbuat dari anyaman bambu (pugar puncak). Setiap jendela, pintu, mimbar, dan tiang terbuat dari kayu nangka dengan ukiran kaligrafi arab dan Asmaul Husna (nama-nama Allah) berwarna keemasan.
Kaligrafi tersebut dibuat Syaikh Abdurrahman, imam masjid 105 tahun yang lalu. Di dalam masjid terdapat bedug kulit berukuran dua meter dengan diameter satu meter yang konon selalu digunakan sebagai tambur perang di era kerajaan Bali.
Bagian atas masjid terdapat Petaka dari tanah liat yang dibuat oleh para dende (wanita bangsawan) zaman itu. Mihrab pada dinding barat berupa penampil yang menjorok keluar. Mihrab ini tersambung dengan mimbar di bagian samping.
Bagian mimbar masjid terdiri dari dua bagian, mimbar sebagai tempat ceramah dan mimbar sebagai tempat imam. Bentuk dinding dan pintun mimbar sama seperti mihrab.
Di belakang mihrab ada makam pendiri masjid. Masjid diperluas pada bagian depan, samping kiri dan kanan. Pada bagian depannya terdapat teras dengan tiga anak tangga.